(A)gama

“Manusia tidak pernah berbuat jahat sesempurna
yang mereka perbuat karena keyakinan agama.”
(BLAISE PASCAL)

Agama konon berasal dari dua kata, yaitu a yang berarti tidak; dan gama yang berarti kacau. Jadi bila kedua kata itu disatukan, maka a-gama berarti, tidak kacau.
Dalam Kamus Ilmiah Populer Kontemporer, pengertian agama adalah (ajaran) kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ada keterkaitan yang sangat erat antara dua pengertian agama tersebut. Sebagai manusia yang beragama berarti kita percaya dan yakin kepada Tuhan Yang Maha Esa. Konsekuensinya adalah kita harus menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Di antara konsekuensi itu, kita harus menyayangi semua ciptaan-Nya. Menyayangi berarti memahami, menjaga dan memelihara. Menyayangi berarti tidak melakukan kekacauan atau kerusakan.

Jelasnya, agama (Tuhan) ”mengajarkan” kepada kita untuk saling menyayangi dengan cara menebar kasih sayang kepada alam semesta beserta isinya. Bukan merusak dengan menebarkan kebencian. Sebarkanlah kasih sayang, di antaranya adalah kepada manusia. Dengan kata lain, sayangilah sesama kita.

Tetapi, dari dulu sampai sekarang manusia yang beragama selalu diuji keyakinan akan agama yang dipeluknya. Diuji dalam menebarkan kasih sayangnya. Manusia beragama selalu diperlihatkan, dihadapkan atau diingatkan dengan peperangan, kekerasan, pembunuhan serta teror dari manusia-manusia yang ”mengaku” sebagai manusia beragama dan berbuat ”atas nama” agama.

Di antaranya adalah perang salib; konflik antar saudara (Kristen) di Irlandia; konflik Islam-Hindu di India. Bahkan aksi bombardir Amerika terhadap Irak pun, dianggap sebagai misi suci agama. Begitu juga dengan teror dan pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan Israel (Yahudi) terhadap rakyat Palestina.

Ditambah dengan yang ada di Indonesia. Sebutlah itu konflik Ambon dan Poso; pemboman, pengrusakan dan penutupan paksa gereja; tragedi bom Bali (I & II); pengrusakan masjid dan kekerasan terhadap jamaah Ahmadiyah; dan lain sebagainya.

Semua kejadian tersebut, mengusik diri kita untuk memahami kembali agama yang kita peluk. Menggelitik pikiran kita untuk bertanya-tanya (kembali), ”apa itu (makna) agama?”, ”untuk apa kita beragama?” dan ”untuk apa agama ada di bumi ini?”. Merangsang kita untuk berdiskusi mengenai ajaran hidup yang kita yakini ini.

Lalu apa yang kita pahami sekarang dari agama kita? Jika kita membenarkan aksi dan tindakan tersebut; jika kita meyakini ada ajaran dalam agama yang menyuruh atau membolehkan aksi dan tindakan tersebut; jika memang hasil pembelajaran, pengetahuan dan pemahaman agama kita mengarah kepada peperangan, kekerasan, pembunuhan dan teror, kita harus mengkritik pemahaman dan sikap beragama kita beserta ajaran agama yang kita peluk. Atau, kita tidak usah beragama? Dan membayangkan, dunia sepertinya akan lebih baik bila agama tidak ada. []

USEP HASAN SADIKIN

tulisan ini dimuat di situs Suara Mahasiswa UI

http://sumaui.or.id/?pilih=lihat&id=129

Comments