Membicarakan Laki-Laki Baru

Gadis Arivia, pendiri Jurnal Perempuan, memberikan apresiasi kepada dua laki-laki yang duduk di sampingnya. Yang pertama adalah Nur Achmad, dari organisasi perempuan Rahima. Dan yang kedua adalah Eko Bambang Subiyantoro, kontributor dan sahabat Jurnal Perempuan. Gadis menyebut mereka sebagai “laki-laki baru”. Yang dimaksud laki-laki baru adalah laki-laki feminis; laki-laki yang memperjuangkan kesetaraan gender. Hal ini dinyatakan pada acara peluncuran Jurnal Perempuan Edisi 64 berjudul “Saatnya Bicara Soal Laki-Laki”.

Nur dan Eko, merupakan dua dari beberapa orang yang berkontribusi di Jurnal Perempuan Edisi 64. Sebagaimana yang ditulis dalam jurnal, mereka memaparkan alasan dan tujuan mereka menjadi laki-laki feminis.

Bagi Nur, perempuan merupakan saudara kandung laki-laki. Sayang, masyarakat pada umumnya memisahkan permasalahan perempuan dan laki-laki secara masing-masing, tidak bekerjasama. Sehingga, ketidakadilan yang lebih banyak dialami perempuan, terjadi. Nur yang terlibat dalam organisasi berbasis agama Islam, menilai bahwa agama dengan dalil dan teks yang disalahgunakan berperan besar terhadap kenyataan itu. Padahal jika Islam dipahami secara esensi, bukan “kulitnya”, Islam sangat menghormati perempuan, dan mendukung kesetaraan.

Sedangkan Eko lebih menekankan internal dirinya dan laki-laki secara umum yang tak lepas dari stereotip masyarakat. Di masyarakat laki-laki adalah makhluk yang kuat berotot, rasional, tak boleh nangis, pemimpin, bekerja mencari nafkah dan tak boleh melakukan perawatan tubuh. Stereotip itu telah menjauhkan laki-laki dari kemanusiaan. Yang utama, laki-laki cenderung menggunakan cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

Pemaparan Nur dan Eko menarik sejumlah peserta yang hadir. Di antaranya Ahmad Sarkawi dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Ia gelisah terhadap minimnya gerakan gender pada generasi muda, khususnya pelajar, di level akar rumput. Gerakan gender masih elitis, sehingga kalah dengan proses kaderasi “Tentara Allah” di sekolah-sekolah daerah. Menurut kedua pembicara, sebetulnya gerakan di akar rumput sudah dilakukan, hanya saja kurangnya keterlibatan aktivis di daerah membuat perjuangan kesetaraan tak luas terasa.

Acara semakin menarik, karena menyertai pembacaan puisi secara nyentrik oleh budayawan, Hudan Hidayat. “Selamat menjadi laki-laki baru. Kami, perempuan, mendukung dan mendoakan perjuangan kalian,” ucap Gadis menutup diskusi. []

USEP HASAN SADIKIN
http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/membicarakan_laki_laki_baru/

Comments