“Ada” Perempuan di South to South Film Festival 2010

Jurnalperempuan.com-Jakarta.

“Bunda, sempurna indahmu...
untuk selamanya.”

Rani, vokalis perempuan dari band A.S.A.P. Orbit To Planet 99, membuka acara South to South Film Festival (StoS FF), Jumat malam (22/1) di Goethe Haus Jakarta. Bersama Ruli (gitar); Ragil (bas); Deni (drum); dan Asep (angklung), Rani memimpim band tersebut kidungkan hits “Bunda.” Penonton yang jumlahnya melebihi kapasitas ruang teater Goethe Haus cukup menikmati lagu yang dibawakan mereka. “Goyang dong! Gak dilarang loh...” ajak Rani pada penonton yang didominasi oleh perempuan.

StoS FF adalah festival film yang giat mewacanakan isu lingkungan. Festival film yang berlangsung tiga hari (22-24 Januari) ini, awalnya diadakan pada tahun 2006. Niat StoS FF hendak menggelar acara rutinnya setiap dua tahun sekali. Kini, StoS FF 2010 -yang didukung oleh 10 lembaga- termasuk lembaga perempuan, menampilkan 23 film, 32 karya fotonovela, 80 testimoni dalam ruang ekspresso. Semuanya mengenai isu lingkungan. “Kami pun melakukan roadshow ke 19 SMA di Jakarta, untuk menampilkan karya-karya tersebut.” Jelas Ferdinand dalam sambutannya selaku Koordinator StoS FF.

StoS FF juga menghadirkan Sholahuddin Wahid (Gus Sholah) untuk memberikan sambutan dan ajakan kepedulian atas lingkungan. Sebagai tokoh yang peduli pada isu lingkungan, khususnya kasus lumpur Lapindo Barantas, Gus Sholah menyesalkan peran media yang jarang mengusung isu Lapindo ke tengah masyarakat demi menggalang solidaritas.

Menyertai riuhnya festival, StoS FF juga mengundang dua anak korban lumpur Lapindo. Iringan musikalisasi puisi sederhana oleh Wawan dan Yogi menuturkan penderitaan mereka akibat kerusakan lingkungan. “Cukup generasi saya saja yang merasakan penderitaan. Anak-anak ini masih mempunyai masa depan yang panjang,” ujar seorang bapak yang mendampingi keduanya. Ia seakan ingin menekankan ajakan peduli terhadap korban lumpur Lapindo.

Tak hanya penderitaan Wawan dan Yogi yang menyentak indra kemanusiaan para pengunjung. Film “Anak-Anak Lumpur” yang menjadi film pembuka. Film yang menuturkan kisah Rafi -sebagai salah satu korban Lapindo dan ibunya meninggal karena asap panas lumpur- terangkum dalam jalinan derita, perjuangan, strategi bertahan demi sebuuah harapan, terbitkan solidaritas kemanusiaan.

StoS FF tak hanya menyampaikan isu lingkungan secara parsial. Sebagai dampak dan usaha partisipatoris, banyak isu-isu terkait lainnya yang juga hendak disampaikan oleh StoS FF. Salah satunya adalah isu perempuan. “Perempuan, ibu, dan anak, merupakan isu terkait yang kami wacanakan di sini,” lengkap Ferdinand menyambut acara.

“Hijaunya alamku, kini sudah layu...
Hilang, hilang, alamku telah hilang.”


Rani pun mendayu sendu, menatap isu lingkungan melalui judul lagu “Hilang.”


Usep Hasan Sadikin (kontributor)

Comments