8 Maret: Refleksi Kiprah Perempuan di Dunia Politik

Jurnalperempuan.com-Jakarta. Metro TV dalam program hariannya bernama Metro Siang, Senin (8/3), menampilkan bincang-bincang memperingati Hari Perempuan Sedunia, yang jatuh pada tanggal 8 Maret. Melaluui tema Kiprah Perempuan di Dunia Politik, hadir anggota legislatif Komisi II Nurul ArifinTema dan pengamat dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.

Nurul membuka perbincangan dengan memberikan penjelasan bahwa bukan berarti Komisi II yang mengurusi bidang Pemerintahan Dalam Negeri Iepas dari isu perempuan. “Meskipun Komisi tempat saya berada tidak terkait langsung dengan isu perempuan, tapi dalam Perda yang kami hadapi di daerah, terdapat aturan yang ditujukan untuk perempuan,” anggota legislatif dari Partai Golkar itu berujar.

Sementara Siti Zuhro menjelaskan perkembangan partisipasi perempuan di parlemen. Mulai dari 1999 sampai pasca reformasi jumlah perempuan di parlemen terus mengalami kemajuan. Pemilu 1999 berjumlah 9%. Kemudian di tahun 2004 jumlahnya 11%, dan semakin meningkat di tahun 2009 menjadi 19%. Memang secara kuantitas, ini masih belum mencapai 30%, dan masih jauh untuk mencapai kesetaraan jumlah dengan laki-laki (50%).
“Pertanyaannya, apakah kita hanya mengejar kuota?” tanya pembawa acara Metro Siang, pada kedua pembicara.

Zuhro mengatakan, pentingnya keberadaan perempuan di parlemen terutama dalam rangka mengupayakan tiga fungsi pengarusutamaan gender. Pertama, bagaimana pengarusutamaan gender bisa diperjuangkan oleh Komisi II untuk konteks otonomi daerah. Kedua, pengarusutamaan gender pun bisa diterapkan di pemerintahan melalui Undang-Undang (UU) Kepegawaian. Dan yang ketiga, bagaimana pengarusutamaan gender bisa dioptimalkan di bidang yang langsung terkait dengan perempuan, yaitu pendidikan dan kesehatan, melalui Komisi IX dan X.

Bincang-bincang tersebut juga menanggapi kabar tentang Inul Daratista yang akan maju menjadi Bupati Malang, Jawa Timur. “Ketika perempuan terlibat dalam pemerintahan, ia harus paham pemerintahan. Tak terkecuali selebritis,” Nurul menanggapi.

“Demokrasi tidak anti selebriti. Tapi, ada kemungkinan dilibatkannya selebriti perempuan dalam pencalonan pemimpin daerah, hanya dijadikan sebagai pengumpul suara,” lengkap Zuhro.

Usep Hasan Sadikin (Kontributor)

Comments