Juara Piala Dunia 2010: Brasil

“Bukan permukaan bumi yang menentukan kehidupan manusia,

tapi manusia yang mengubah permukaan bumi untuk kehidupan lebih baik.”

(George Peskins Marsh)

Kesebelasan apa yang akan menjuari Piala Dunia 2010 (PD’10)? Jawabannya adalah Brasil. Alasan awamnya tak istimewa. Faktor sejarah dan kualitas pemain menjadi dasar. Lima trofi dari “Julies Rimet” sampai “World Cup” telah diraih Brasil untuk menempatkannya sebagai kesebelasan tim nasional (timnas) terbanyak yang menjuarai Piala Dunia (PD). Sebagai satu-satunya timnas yang tak pernah absen di PD, “Selecao” selalu mendatangkan pemain bintang yang bersinar di benua Eropa dan Amerika. Di PD’10, pelatih Carlos Dunga, telah siap dengan resep tim kombinasi tua-muda seniman si kulit bundar.

Tapi, di PD’10, menjagokan Brasil sebagai juara, tak hanya mempertimbangkan faktor tersebut. Ada faktor lain yang bisa dijadikan dasar, mengapa timnas “Christ the Redeemer” ini layak dijadikan kandidat terkuat menjadi juara. Di antaranya adalah, faktor iklim muka bumi.

Trend juara benua

Ada kecenderungan bahwa, setiap PD diadakan di benua Amerika, maka yang menjadi juara adalah kesebelasan negara dari benua Amerika. Uruguay menjadi juara di 1930 saat PD pertama kali diselenggarakan. Saat itu tuan rumahnya adalah Uruguay, suatu negara di benua Amerika. Di tahun 1950 saat diadakan di Brasil, Uruguay kembali juara. 1962 di Chile, giliran Brasil meraih trofi. Tahun 1970 Brasil kembali juara, kala itu PD diadakan di Meksiko. 1978 giliran Argentina menjadi tuan rumah, sekaligus menjuarainya. Tim Tango kembali juara di Meksiko, tahun 1986. Yang terakhir di benua Amerika, saat Amerika Serikat menjadi tuan rumah PD 1994, Brasil lagi-lagi menjadi juara.

Sebaliknya, setiap piala dunia diadakan di benua Eropa, maka kesebelasan negara dari Eropa yang menjuarainya. Italia menjadi juara 1934 sebagai tuan rumah, dan 1938 saat diselenggarakan di Perancis. Di tahun 1954, kala Swiss menjadi tuan rumah, giliran Jerman Barat menjadi juara. Kemudian dalam penyelenggaraan di benua Eropa berikutnya, Inggris dan Jerman Barat menjadi tuan rumah sekaligus menjadi juara; Inggris di tahun 1966, sedangkan Jerman Barat di 1974. Tahun 1982, Italia kembali menjadi juara saat PD diadakan di Spanyol. Menjadi tuan rumah di tahun 1990, predikat juara Italia direbut kembali oleh Jerman Barat. Tahun 1998, untuk pertama kalinya Perancis menjadi juara, yang kala itu “Tim Ayam Jago” menjadi tuan rumah. Yang terakhir, empat tahun lalu di Jerman, Italia menyabet juara dunia untuk ke empat kalinya.

Tapi di antara fakta kecenderuangan itu, Brasil berhasil meruntuhkannya. Di tahun 1958, saat PD digelar di Swedia, “The Choice” membantai tuan rumah dengan skor 5-2. Tim Samba di kala itu adalah satu-satunya semi finalis yang berasal dari benua Amerika. Semi finalis lainnya, Perancis dan Jerman Barat, yang duduk di tempat 3 dan 4, harus mengakui superior Brasil.

Tak hanya di benua Eropa, saat pertama dan terakhir kalinya PD diadakan di benua Asia, Brasil pun kembali membuktikan diri sebagai juara PD 2002. Dikomandoi oleh kapten Cafu, Tim Samba menaklukan Tim Panser, Jerman, dua gol tanpa balas. Kala itu, Jepang dan Korea Selatan (Korsel) bertindak sebagai tuan rumah di milenium baru.

Iklim dan sepakbola

Sebagai peruntuh trend tersebut, Brasil dengan prestasinya melahirkan satu hipotesa. Iklim diduga menjadi salah satu variabel penting terhadap sorak-sorai suatu tim di PD. Physical determinism meyakini bahwa tindak-tanduk makhluk hidup di permukaan bumi sangat dipengaruhi oleh alam. Sehingga, paham fatalis tersebut menyimpulkan bahwa manusia berada pada kendali alam. Tapi, posibilism meyakini bahwa manusia, sebagai makhluk yang bisa bertindak bebas, bisa melampaui pengaruh alam. Sehingga, paham free will ini menyimpulkan, manusialah yang mengendalikan alam.

Di PD 2002 Jepang-Korsel, kedua negara tersebut berada di lintang sub tropis, tapi letaknya merupakan transisi dari lintang tropis. Wilayah keduanya dekat dengan garis tropic of cancer, sebagai pembeda wilayah tropis dan sub tropis sisi utara bumi, yang suhunya lebih panas dibandingkan tropic of capricorn di sisi selatan bumi. Lolosnya Jepang di putaran dua, dan Korsel yang menjadi semi-finalis, merupakan kasus menarik dalam perspektif physical determinism. Belum lagi fakta kegagalan Perancis ke putaran kedua, di mana “Tim Ayam Jantan” sama sekali tak mencetak gol, meski berujung tombak David Trezeguet dan Thiery Henry sebagai top skorer Serie A dan Primere Leage. Bermain di Jepang-Korsel saat musim panas, sungguh menguras keringat dan tak nyaman karena lembab. Di tempat itu, Turki, sebagai negara panas di Eropa yang sebagain besar wilayahnya masuk benua Asia, mencetak sejarah tembus semi final. Sedangkan kesebelasan asal Eropa tak mampu bicara banyak.

Kesebelasan Brasil adalah entitas yang menarik dalam apitan physical determinsm dan posibilis. Jejak prestasi Tim Samba, menempatkannya di antara kendali alam dan manusia. Sehingga, keduanya tak mutlak benar. Brasil juara di PD 2002 Jepang-Korsel, dua negara di benua Asia beriklim subtropis. Di dua negara itu, suhu musim panasnya bisa mencapai 29oC.

Keadaan fisik muka bumi Jepang dan Korsel tak jauh beda dengan Brasil. Negara jajahan Portugis itu, memiliki luas daratan yang sebagian besar masuk wilayah tropis dan sebagiannya lagi subtropis. Suhu musim panas di Brasil sekitar 25oC, dengan kelembapan yang tinggi.

Menariknya, di dalam Tim Samba, lebih dari setengahnya adalah pesepakbola yang bermain di liga Eropa. Arti dari fakta tersebut adalah, anak-anak Brasil dibesarkan untuk ciamik bermain bola oleh alam tropis, tapi mencari sesuap nasi di peradaban subtropis dan iklim sedang. Fakta letak negara pada garis lintang bumi, serta domisili mengais rezeki bersepakbola tersebut, tak dimiliki oleh tim negara lain; termasuk negara pemilik “Tangan Tuhan”, Argentina.

Kali ini, PD diadakan di Afrika Selatan (Afsel). Negara tempat rezim apartheid pernah bergema itu berada di lintang subtropis. Sebagian kecil luas wilayah utaranya masuk dalam lintang tropis, dilalui tropic of capricorn. Curah hujan tahunan negara penghasil emas ini, rendah. Suhu di bulan Julinya, mencapai 26oC, panas dan lembab. Keadaan fisik muka bumi Afsel itu mirip dengan keadaan fisik muka bumi Brasil. Sebagian besar pertandingan PD ’10 akan dimainkan di bagian utara wilayah Afsel. Artinya PD ’10 banyak dimainkan di belahan bumi yang sangat dekat dengan lintang iklim tropis; tempat yang semakin dekat dengan lintang muka bumi negara Brasil berdiri.

Ada fakta awal PD ‘10 yang menarik. Brasil adalah satu dari sedikit kesebelasan tangguh, yang pada babak penyisihannya bermain di stadion kota Johannesburg. Satu dari partai semi-final dan partai final, akan dimainkan di Johannesburg. Tim yang identik dengan kostum kuning itu seakan disengaja oleh panitia untuk terbiasa dengan cuaca kota terbesar Afsel tersebut. Sepertinya Brasil akan menggondol World Cup ke enam kalinya. Tim Samba akan mengukir sejarah menjadi kesebelasan negara yang menjadi juara di empat benua. Benua Amerika, Eropa dan Asia, sudah. Kini untuk yang pertama kali di benua hitam Afrika, juga akan menjadi milik Brasil.

Sepakbola memang bukan matematika. Operan, gocek, tackling, gol dan kemenangan di atas lapangan hijau memang tak mutlak dari perhitungan di atas kertas. Spanyol yang padu dan apik, Argentina yang diperkuat “Sang Messias”, juara bertahan Italia atau tim lainnya memang mungkin juga menjadi juara. Tapi prediksi berdasar pada kualitas pemain, sejarah kuat, serta fakta fisik bumi, lebih masuk akal dan dirasa enak untuk dijadikan pegangan taruhan. Kick off! []

USEP HASAN S.

Penikmat sepakbola;

sesekali bermain futsal pada posisi yang tak suka ditetapkan

Comments