Memperjuangkan Orgasme

Kamis siang, 8 Juli 2010, pusat pendidikan dan informasi Islam dan hak-hak perempuan, Rahima, mengadakan diskusi buku “The ‘O’ Project” (TOP). Sebagai pembicara, hadir sang penulis, Firliana Purwati, dan AD. Eridani, Direktur Rahima.

Mengawali diskusi Eridani menyatakan bahwa TOP patut disambut dengan baik. “Banyak pengetahuan baru yang saya dapat, komentarnya.” Dengan penulisannya yang lugas TOP dibutuhkan bagi masyrakat luas. Buku ini bisa mengisi minimnya pengetahuan seks yang baik, khususnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi bagi perempuan.

Di samping memberikan pujian terhadap TOP, Eridani pun menyertai kritik. Alumnus Hukum Undip ini menilai, TOP akan mengagetkan sebagian kalangan. “Di bab awal saja saya sudah kaget dengan kalimat pembuka, ‘saya suka orgasme’,” ungkap Eridina sambil tertawa. Bagi Eridani TOP tak mempertimbangkan masyarakat yang beragam. “Kritik saya terhadap buku ini adalah, terlalu menggunakan perspektif HAM,” ujar Eridani.

Dalam kesempatannya berbicara, Firli mengawali dengan penjelasan seputar judul bukunya. “Orgasme dari huruf ‘O’ pada judul, merupakan simbol relasi antara perempuan dan laki-laki. Adalah adil jika perempuan pun bisa orgasme,” jelasnya. Alumnus Hukum UI ini mengutip data pada kompas.com, 17 Juni 2009, bahwa, 75 persen laki-laki selalu mencapai orgasme saat melakukan hubungan intim, sedangkan perempuan hanya 29 persen yang mencapainya. Data tersebut merupakan hasil penelitian berbagai lembaga kesehatan di Amerika Serikat. “Ketakberimbangan capaian orgasme tersebut, merupakan cerminan masalah dari relasi perempuan dan laki-laki. Tak hanya seputar seksualitas, tapi juga dalam kehidupan publik,” tegasnya.

Menjawab kritik Eridani, Firli menjelaskan bahwa TOP ditujukan bagi segmen perempuan menengah perkotaan. “Bagiku mengagetkan saat fakta dalam film dokumenter ‘Pertaruhan’ menyebutkan perempuan urban tak mengetahui istilah ‘ginekolog’. Padahal, ini terkait dengan kesehatan dan hidup mati mereka,” jelas Firli. Digunakannya perspektif HAM bagi TOP, karena Firli lama menekuni isu-isu HAM dan pembelaan perempuan. “Buat apa saya menuliskan sesuatu yang tak saya kuasai?” jawabnya dengan tanya.

“Pada dasarnya TOP merupakan proyek pribadi saya,” ujar Firli. Dengan menyertakan studi literatur, TOP berbasis pengalaman seks para perempuan Indonesia. Rentang usia mereka 25-55 tahun, dengan berbagai latarbelakang. Ada yang heteroseksual, lesbian, transgender, biseksual, positif HIV, perempuan yang pernah disunat, pekerja seks, sampai perempuan berbadan besar. Semua pengalaman mereka didapat melalui wawancara langsung. “Pertanyaan utama terhadap mereka adalah, apa itu orgasme? dan bagaimana mencapai orgasme?,” jelasnya.

Dalam sesi pelibatan peserta, beberapa peserta perempuan membenarkan apa yang disampaikan TOP. “Saya sudah menikah. Tapi saya baru tau dan merasakan orgasme setelah dua tahun hubungan pernikahan saya,” cerita salah satu peserta, dari Yayasan Kapal Perempuan. “Ternyata untuk mencapai orgasme, awalnya kita perlu tahu apa itu orgasme,” lengkapnya.

Hal lain disampaikan oleh salah satu peserta laki-laki, yang berlatarbelakang pesantren. “Bukankah isi buku ini bisa membuat semakin banyak orang bebuat zina?”

Pertanyaan itu dijawab terlebih dahulu oleh Eridani. “Saya tak yakin jika keterbukaan terhadap seks dan seksualitas mendorong maraknya perzinahan,” sanggahnya. Bagi Eridani, kita semua membutuhkan informasi dan pengetahuan seks secara komperhensif dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Ini terkait dengan kesehatan reproduksi dan generasi kita.

Firli yang meraih Master di bidang HAM dari Universiteit Utrecht, Belanda ini membandingkan kebijakan negara serta keadaan masyarakat Belanda. “Akses bagi kebutuhan seks di Belanda sangat bebas dan terbuka. Tapi, perempuan Belanda, rata-rata kehilangan keperawanannya di usia 18,5 tahun. Saya pikir rata-rata perempuan di Jakarta, angkanya tak setinggi itu,” jelasnya.

Diakhir diskusi Firli berharap wacana TOP bisa menjadi pandangan mainstream bagi masyarakat. “Ya tentu saja untuk menjadi pandangan mainstream, buku saya harus laku,” ujarnya tertawa. []



Usep Hasan Sadikin

Comments