Selamat Ulang Tahun, Jurnal Perempuan

Jurnalperempuan.com-Jakarta. “15 tahun. Luar biasa, butuh energi besar untuk bertahan selama itu.” Begitu Andy Budiman, dari Aliansi Jurnalis Independen memberikan testimoni dalam acara Ulang Tahun Jurnal Perempuan (Ultah JP) ke 15, di Wisma Antara, Jakarta (28/7). Sebagai pembaca, Jurnalis Tempo TV ini menilai, tak banyaknya media cetak yang menawarkan wacana feminisme merupakan cerminan bahwa budaya patriarkhi masih dominan di masyarakat. “Tak mudah menantang mainstream selama 15 tahun. Teruslah terbit,” ujar Andy berpesan.

Ultah JP mempersembahkan Pidato Kebudayaan bertajuk “Media, Negara, dan Seks” oleh Dr Gadis Arivia. Menurut pendiri Jurnal Perempuan (JP) ini, saat JP diterbitkan pertama kali, ada dua respon dominan dari masyarakat. Pertama, JP dianggap sebagai majalah tentang masak-memasak. Kedua, JP diduga memuat pose-pose “syur “.

Cara pikir dikotomik masyarakat itu, menurut Gadis, bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat. “Masyarakat dididik media untuk berpikir dikotomik mengenai perempuan,” jelas dosen Program Studi Filsafat Universitas Indonesia (UI) ini. Media dalam arti luas, telah membentuk ideologi masyarakat yang sangat peduli mengurus moral selebritas, tapi emoh terhadap pekerja masak, TKW yang disiksa.

Representasi perempuan di media pun tak lepas dari kebijakan negara. Pandangan dangkal soal seks dan membiasakan tindak kekerasan di masyarakat, disuburkan oleh Negara melalui pengontrolan tubuh perempuan. Undang-undang (UU) Perkawinan tahun 1974 yang berlaku sampai sekarang menegaskan bahwa, kepala rumah tangga adalah suami, sedangkan istri adalah ibu rumah tangga. Predikat “kepala” lalu menempatkan laki-laki untuk bisa berpoligami.
Hak-hak reproduksi perempuan pun dibatasi oleh negara. UU Kesehatan No 23 tahun 2002, masih menempatkan perempuan tak mempunyai hak pilih bagi rahimnya. Pusat Penelitian Kesehatan UI menyatakan di tahun 2000 Indonesia menembus angka tahunan aborsi yang tinggi; 37 dari 1000 perempuan usia reproduksi. Angka itu di atas rata-rata negara di Asia (29/1000).

Selain itu, negara telah membuat definisi seks menjadi luas dan kabur. Kedunguan UU Pornografi menyoal seks telah melahirkan kekacauan. Terakhir, video pribadi Ariel-Luna-Tari dihadapkan oleh UU ini. Tiga orang dewasa itu, karena perihal privat, dipidanakan menggunakan uang negara. Berapa banyak masyarakat dan aparat yang mengunduh, menonton, menyebar dan menyimpan video itu? Masyarakat dibentuk negara dan budaya menjadi munafik. Survei Google 2007, menunjukan bahwa sepuluh negara paling banyak mencari situs seks adalah negara mayoritas Islam, termasuk Indonesia.

Apa yang disampaikan Gadis, juga menjadi alasan, kenapa JP memilih Media, Negara, dan Seks sebagai tema Ultahnya yang jatuh pada tanggal 25 Juli. Belakangan isu seksualitas banyak diliput media, dan Negara sibuk pula mengurusinya. Selain alasan itu, Jurnal Perempuan edisi 67 “Apa Kabar Media Kita?” dan Majalah Change edisi XVIII/2010 “
Grils in Media”, pun membahas tema serta perkembangan media dan perempuan.

Acara banyak dihadiri peserta, yang mayoritas adalah pembaca JP. Dari undangan, hadir Prof. Maria Farida (Mahkamah Konstitusi). “Jurnal Perempuan sangat bermanfaat dalam mengetahui perkembangan isu perempuan,” komentar hakim perempuan yang melakukan ‘
dissenting opinion’ atas putusan MK soal permohonan penghapusan UU No 1/PNPS/1965 tentang Larangan Penodaan Agama.

Peserta lain pun ikut memberikan komentar untuk JP. “JP membuat saya memahami hak-hak perempuan dan permasalahannya,” ujar Rika, alumnus Fakultas Hukum UI yang menjadikan JP sebagai bahan kelompok diskusi “Mimpi Perempuan” di kampusnya.

Usep Hasan Sadikin

Comments