Merawat dengan Sehat Republik Sekuler

Sejak dirintis hingga kini, Indonesia adalah negara sekuler. Sumpah Pemuda sebagai ikrar pemersatu, tidak menyebutkan “beragama satu”. Tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia harus menampung agama sebagai hak, bukan kewajiban warga negara. Sampai kini konstitusi Republik ini memandang sama warga negara, baik yang beragama maupun yang tak beragama.

Hal itu coba ditegaskan Rocky Gerung dalam Pidato Kebudayaan 2010 berjudul “Merawat Republk dengan Akal Sehat” Rabu (10/11) di Taman Ismail Mazuki, Jakarta. Dosen filsafat Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI) ini menyadarkan kita adanya kecendrungan eksklusivisme religus di masyarakat dan pemerintah. “Di saat Taiwan dengan teleskopnya menemukan planet lain yang mirip bumi, Indonesia malah sibuk meneropong keperawanan siswi,” ucap Rocky bernada satir.

Rocky mengingatkan bahwa Indonesia didirikan tidak menyertai obsesi “sumpah keempat”, beragama satu. Kecerdasan dasar negara inilah yang sekarang hilang dari percakapan politik sehari-hari. Ide republikanisme negara ini sudah disediakan 17 tahun sebelum diformalkan melalui konstitusi 1945. Bahkan obsesi untuk memberi warna agamis pada penyelenggaraan negara (melalui debat panjang Konstituante) juga dibatalkan oleh kecerdasan kebangsaan modern dengan konsep kedaulatan rakyat, bukan Tuhan. Ide kedaulatan rakyat menegaskan bahwa politik adalah transaksi sekuler dengan berbagai ukuran rasional, empiris, dan historis. “Rakyat sebagai warga negara hanya terikat ayat-ayat konstitusi, bukan ayat-ayat suci,” ujar pendiri SETARA institute ini.

Rocky melanjutkan pidato dengan mengingatkan kita bahwa amandemen konstitusi saat ini tentang tujuan pendidikan nasional pun lebih mengutamakan “akhlak” ketimbang “akal”. Konsekwensi ini amatlah berbahaya terhadap kehidupan Republik, karena warganegara tidak dibiasakan sejak dini untuk secara terbuka beragumen. Ini menjadi bertentangan dalam misi pendidikan konstitusi kita yang mewajibkan kita “melihat dunia” melalui “kecerdasan” dan “perdamaian”.

Nalar doktrinal itu menjalar hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bagi Rocky, lembaga negara tersebut harusnya menjamin semua proses hukum berdasar pada argumen publik. Artinya semua pendapat memungkin dibantah secara ilmiah. Tapi yang terjadi MK malah menampung ayat-ayat suci yang sifatnya absolut. “Lembaga ini membuat saya sembelit, sehingga MK menjadi Mahkamah Konstipasi,” kelakar Rocky.

Di akhir pidatonya Rocky menekankan pentingnya perubahan masyarakat. “Di sini peran kebudayaan. Saatnya kita kuatkan civil society,” tegas Rocky. Menurut salah satu dewan redaksi srimulyani.net ini, kita tak bisa berharap banyak pada pemerintah. Gerakan kultural akan merubah masyarakat menjadi baik meski sangat melelahkan.

Pidato kebudayaan ini merupakan acara tahunan yang diadakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Setiap tahunnya diselenggarakan dalam rangka memperingati ulang tahun (10/11) DKJ. Pidato kebudayaan kali ini diramaikan dengan penampilan Bonita and The Hus BAND, yang para pemain musiknya memakai baju bertuliskan penegasan bagi kita yang ingin merawat republik sekuler: INDONESIA BUKAN NEGARA AGAMA.

Usep Hasan S.
http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/merawat_dengan_sehat_republik_sekuler/

Comments