Mengajak Media Memahami dan Menangani Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual terhadap perempuan merupakan permasalahan genting yang harus segera ditangani. Sayangnya banyak dari kita yang tak memahami berbagai bentuk tindakan yang termasuk dalam kekerasan seksual. Keadaan ini semakin pelik karena media, sebagai poros strategis dalam menginformasi dan mengedukasi masyarakat, belum mempunyai pemahaman yang cukup terhadap permasalahan kekerasan seksual.

Untuk membahas permasalahan tersebut, Rabu (24/11/2010) pagi di Jakarta, Komnas Perempuan mengadakan diskusi yang melibatkan pihak media. Mewakili Komnas Perempuan, Neng Dara Affiah menyampaikan bahwa di rentang 1998 s/d 2010 terjadi 295.836 kasus kekerasan terhadap perempuan, 91.311 di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Jumlah tersebut merupakan angka yang berhasil di data, sedangkan jumlah sebenarnya di lapangan bisa dipastikan jauh lebih besar.

“Merupakan hal yang sulit bagi perempuan untuk melapor bahwa dirinya adalah korban kekerasan seksual,” ujar Dara. Komisioner Komnas Perempuan ini menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan mengenai kekerasan seksual, dan kedekatan hubungan korban dengan pelaku kekerasan menjadi alasan banyaknya kekerasan seksual yang belum terkuak.

“Tak adanya pengetahuan mengenai kekerasan seksual juga berlaku bagi korban. Kekerasan seksual pun banyak dialami korban, sebagian besar pelakunya adalah orang terdekatnya,” jelas Dara. Komnas Perempuan mencatat bahwa 76% kekerasan seksual terjadi di ranah privat melalui relasi orangtua-anak, majikan-buruh, suami-istri dan lain-lain. Diperlukan kerjasama media untuk bisa memberikan informasi dan edukasi mengenai kekerasan seksual kepada masyarakat.

Pembicara lain, Mariana Amiruddin, menyampaikan bahwa media selama ini justru berperan melanggengkan dan menambah keadaan masyarakat yang sangat memungkinkan terjadinya kekerasan seksual. Direktur eksekutif Jurnal Perempuan ini menjelaskan bahwa pihak laki-laki beserta budaya patriarki media telah memberikan stereotipe dan penindasan terhadap perempuan. Ditambah ideologi kapitalisme yang berorientasi keuntungan dengan tolak ukur rating berdasar budaya mayoritas masyarakat patriarki.

“Masih banyak media yang menggunakan kata ‘meremas-remas payudara’, ‘menggesek-gesek alat kelamin’ dan lainnya,” ujar Mariana. Penggunaan bahasa tersebut membuat masyarakat terbiasa dengan kekerasan seksual, sehingga menilai itu bukan sebagai permasalahan. Kesadaran masyarakat pada perempuan yang mengalami kekerasan seksual sulit hadir jika media belum memiliki kesadaran.

Diskusi Komnas Perempuan dengan pihak media ini merupakan pembuka kampanye “16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan”. Gerakan yang berjejaring dengan organisasi perempuan seluruh Indonesia ini dilakukan pada tanggal 24 November s/d 10 Desember 2010. Memilih slogan “Kekerasan Seksual: Kenali dan Tangani”, kampanye yang dilakukan setiap tahun hingga 2014 ini bertujuan menciptakan pemahaman kekerasan seksual bagi masyarakat dan mengajak masyarakat untuk terlibat menanganinya.

Usep Hasan S.
http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/mengajak_media_memahami_dan_menangani_kekerasan_seksual/

Comments